22.1.08

Posisi Tidur Pengaruhi Kecantikan, beauty

Kebiasaan tidur ternyata dapat mempengaruhi kecantikan dan kesehatan wajah anda. Bila anda tidak ingin hal tersebut terjadi sebaiknya mulailah untuk merubah kebiasaan posisi tidur anda.

Mulailah untuk tidur dengan posisi telentang lurus dan gunakan bantal yang tidak terlalu tinggi. Posisi tidur ini dianggap paling sempurna karena badan berada dalam posisi rileks. Tubuh anda juga tidak melengkung sehingga dapat mengganggu jantung dan sirkulasi darah.

Posisi tidur miring sebenarnya tidak jelek tetapi sebaiknya jangan terus menerus dalam kondisi itu. Posisi miring yang baik adalah miring ke kanan karena dianggap oleh para dokter posisi ini tidak menekan aliran pada jantung anda.

Bila anda sering tidur dengan posisi tengkurap, hal ini merupakan posisi yang paling buruk. Karena bisa menekan lengkungan tulang punggung yang menyebabkan otot tetap tegang selama tidur. Selain itu tengkurap bisa membuat wajah anda sembab dan mata merah karena dada dan jantung tertekan.

Sebaiknya hindari tidur yang menantang lampu karena akan membuat wajah mengerut saat anda tidur pulas. Jangan lupa tanggalkan perhiasan dan pakaian dalam saat tidur, agar darah bisa bersirkulasi baik dan membuat anda tidur semakin nyenyak.

Selanjutnya...

Menghambat Procees Penuaan

Terapi herbal dapat dilakukan untuk menahan laju proses penuaan. Salah satu racikan alternatif yang disampaikan herbalis Bambang Sudewo adalah berbahan
  • 30 gram bayam,
  • 30 gram seledri,
  • 30 gram wortel,
  • 30 gram lidah buaya,
  • 20 gram jamur tiram.

Cara Meracik:

  • Seluruh bahan dicuci bersih, diiris-iris atau dirajang,
  • kemudian direbus dengan 4 gelas air bersih hingga tersisa 2 gelas.
  • Setelah dingin disaring, hasilnya diminum 2 kali sehari setelah makan.

Alternativ lainnya bisa dengan jus buah dan sayuran yang bahannya terdiri

  • 40 gram alpukat,
  • 20 gram tomat,
  • 30 gram apel,
  • 20 gram rumput laut. S

Cara meracik :

  • Seluruh bahan diblender dengan setengah gelas air bersih, hasilnya diminum pada pagi hari sebelum makan.

Selanjutnya...

Tanaman Africa Hentikan Pendarahan

New York (ANTARA News) - Daun dari Aspilia Africana, tanaman yang digunakan dalam obat tradisional Afrika, dapat menghentikan pendarahan, mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka, demikian hasil studi baru dari Nigeria.

Daun dan bunga A. Africana, tumbuhan yang tertutup bulu dan dikenal sebagai "tanaman pendarahan", telah digunakan untuk menghentikan pendarahan, menghilangkan benda asing dari mata, merawat sengatan kalajengking, dan untuk beberapa tujuan lain di seluruh benua Afrika, kata Dr Charles O OKoli dan rekannya di University of Nigeria. Dr Okoli saat ini berada di Sydney, Australia, di Univerisity of New South Wales.

Untuk menguji kandungan medis tanaman itu, Dr Okoli dan timnya melakukan serangkaian ujicoba laboratorium dan percobaan pada hewan dengan menggunakan ekstrak daun tersebut yang dijadikan bubuk pada methanol, dan dua bagian atau porsi berbeda yang berisi hexane dan methanol.

Mereka melaporkan temuan mereka di BMC Complementary and Alternative Medicine. Ekstrak dan bagian tanaman tersebut secara mencolok mengurangi pendarahan dan mengakibatkan pembekuan pada tikus, demikian temuan para peneliti tersebut, dan dampak paling kuat dengan campuran methanol.

Semua unsur juga memperlambat pertumbuhan Pseudomonas fluorescens dan Staphylococcus aureus, dua bakteri umum yang menyerang luka, dan mengurangi waktu penyembuhan luka. Dalam menghentikan pertumbuhan bakteri dan mempercepat penyembuhan, fraksi methanol sekali lagi memiliki dampak paling kuat.

Analisis mengenai ekstrak tanaman itu dan fraksinya mengidentifikasi bermacam bagian tanaman yang dapat memberi sumbangan bagi kandungan medisnya, Dr. Okoli dan rekannya menyatakan, termasuk saponins dan tannins.

Mereka menyimpulkan, "Hasil studi ini menunjukkan bahwa ekstrak daun A. Africana memiliki potensi bagus untuk digunakan dalam perawatan luka dan lebih menyediakan alasan bagi penggunaan daun tanaman ini dalam penanganan luka pada teknik pengobatan tradisional," demikian Reuters.(*)

Selanjutnya...

Sayuran Hijau Cegah Cancer Lever

DISEBUTKAN, hijauan sarat serat, mengandung berbagai macam zat yang sangat berguna bagi tubuh, umpamanya beta karoten dan vitamin C, yang memiliki kemampuan menangkal berbagai penyakit gawat, termasuk menjadikan tubuh tetap singset.

Sebuah studi lawas yang dicatat Olson et al (1984) — melibatkan 3.000 tikus, mencapai 4 generasi — tentang populasi yang beregenerasi secara terus-menerus, di samping memberikan informasi soal kiat guna mendapat umur panjang, bisa jadi juga mengingatkan keunggulan hijauan. Pada periode tertentu, tikus-tikus yang telah dibagi menjadi dua kelompok tersebut diberi makanan yang sama, tetapi pada satu kelompok ditambahi suplemen susu dan hijauan. Selama 140 hari, masing-masing generasi lalu diamati. Hingga waktu tersebut, hanya 45% dari kelompok tanpa makanan suplementasi dapat bertahan hidup sementara itu, yang dengan suplementasi 90%.

Unsur lain yang juga terdapat di dalamnya, namun termasuk kurang aktif diungkit-ungkit adalah folat (asam Folat, Folasin, Pteoril Monoglutamat) — istilah folat sendiri berasal dari kata Latin folium yang berarti daun hijau — yaitu sekelompok ikatan yang berperan sebagai koenzim berbentuk tetrahidrofolat (THF) atau asam tetrahidrofolat (THFA) dalam transportasi pecahan-pecahan karbon tunggal pada metabolisme asam amino dan sintesis asam nukleat. Pada berbagai jenis binatang percobaan, defisiensi unsur ini telah terbukti dapat menimbulkan anemia megaloblastik dalam sumsum tulang dan makrositik dalam darah perifer, disertai leucopenia — berkurangnya jumlah leukosit dalam darah tepi. Pada kalkun, malah dapat menyebabkan telurnya tidak menetas. Sementara itu, pada manusia selain bisa menyebabkan anemia megaloblastik disertai leucopenia, bisa pula menyebabkan retardasi pertumbuhan dan kelainan fungsi otak.

Menurunkan homosistein.

Homosistein adalah asam amino sederhana, dihasilkan tubuh ketika menyerap dan menggunakan protein, yang belum lama ini mendapat banyak perhatian karena perannya sebagai salah satu faktor risiko terjadinya penyakit vaskular atherotrombotic. Dari bukti-bukti epidemiologi yang dikumpulkan, tampak ada hubungan antara meningkatnya level homosistein plasma dan risiko terkena penyakit pembuluh darah koroner, carotid dan sirkulasi peripheral. Level homosistein sendiri biasanya meningkat seiring bertambahnya usia.

Situasi lain yang terungkap dari fakta-fakta yang disodorkan Seshadri dan koleganya (2002) yang melakukan observasi selama 8 tahun, menunjukkan pula, pada orangtua yang level homosistein plasmanya tinggi, secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan risiko terkena alzheimer — suatu penyakit yang diperkirakan Lumbantobing (1995) mengenai 10-15% orang yang berusia di atas 65 tahun, dan mungkin 20% dari kelompok usia di atas 80 tahun, dengan gejala klinis paling khas: adanya perburukan yang lambat laun, gradual, dari intelektual dan tingkah laku.

Kemunduran fungsi mental bersifat progresif, makin lama makin berat. Namun, cepatnya perburukan berbeda pada masing-masing penderita. Pada sekira 10% penderita, perburukan dapat terhenti dan didapatkan plateau selama beberapa tahun — dan beberapa tipe demensia lain. Dikatakan, setiap kenaikan 5 u mol level homosistein plasma terjadi peningkatan risiko terkena alzheimer 40%.

Keadaan-keadaan tersebut dapat dicegah, paling tidak diminimalisasi, jika seseorang mencukupkan asupan pyridoxine (vitamin B6), cynocobalamine (vitamin B 12) dan tentunya folat. Studi yang berlangsung selama 6 bulan pada 205 pasien pasca menjalani angioplasty yang dilakukan ”The Swiss Cardiovascular Centre” menunjukkan, 105 partisipan yang diberi suplemen dengan komposisi asam folat (1 mg), B 12 (400 microgram) dan B 6 (10 mg), hanya 19,6% yang menderita restenois — ”halangan” baru dalam arteri — sementara itu, kasus pada 100 partisipan sisanya, yang diberi placebo, mencapai 37,6%.

Penyelidikan lain oleh Joe McPartlin dari Trinity College, Dublin, Ireland, dan rekannya dari Ulster University di Coleraine, Northern Ireland, membuktikan pula, pada 30 laki-laki dan 23 perempuan penerima suplemen asam folat dan B 12, terjadi penurunan level homosistein dalam plasma darahnya. Demikian juga simpulan akhir eksperimen dengan tikus yang dilaporkan para ilmuwan dari ”The National Institute on Aging (NIA)”: 2 grup tikus dengan gen mutan yang diperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya penyakit alzheimer pada manusia, diberi perlakuan berbeda. Grup pertama diberi diet dengan penambahan folat di dalamnya, sedangkan grup kedua diberi diet dengan defisiensi folat.

Para peneliti memantau daerah neuron dalam hippocampus, bagian otak yang berperan kritis dalam belajar dan mengingat (recall), yang biasanya jadi amburadul gara-gara serangan penyakit ini. Dan, ditemukan adanya penurunan jumlah neuron pada tikus yang diberi diet defisiensi folat. Ini memberi kesan, folat dapat dijadikan ”pasukan khusus” pelindung otak, pencegah kerusakan lebih lanjut akibat penyakit alzheimer dan beberapa penyakit neurodegenerative lain.

Walau, sebagaimana disebutkan Joseph Loscalzo, M.D, Ph.D., dari Boston University Medical Center, Boston, mekanisme pencetusannya dalam penyakit vaskular atherothrombotic kurang begitu jelas, bisa melalui injury oksidatif pada dinding pembuluh darah, proliferasi sel pembuluh darah, dan terbentuknya keadaan prothrombotic.

Sementara itu, kaitan dengan pencegahan terjadinya alzheimer diperkirakan karena B 6, B 12 dan lebih khusus folat, merupakan kofaktor ”wajib” dalam karbon tunggal pada berbagai reaksi methylation dalam susunan saraf pusat —”menggandeng” homosistein sebelum berubah menjadi metionin lain atau sistein.

Saat kekurangannya mengakibatkan peningkatan kadar homosistein dalam plasma (bersifat toksik) yang kerap ditandai dengan terjadinya peningkatan pengeluaran homosistein dalam urine (homosistinuria). Serta apakah vitamin-vitamin ini bisa digunakan untuk pengobatan keadaan tersebut atau tidak? Namun, Dr. Mattson sangat menganjurkan mengonsumsi asam folat yang adekwat—baik dari diet harian maupun dari suplemen— bagi yang ingin terlindungi dari serangan alzheimer dan beberapa penyakit neurodegenerative.

Di Amerika, sejak 1998 telah dilakukan upaya memfortifikasi berbagai produk gandum dengannya. Sementara itu, di Inggris kemungkinan juga dilakukan setelah Commitee on Medical Aspect of Food and Nutrition Policy (COMA)merekomendasikannya, untuk mencegah cacat neural tube pada bayi serta menurunkan level homosistein plasma pengonsumsinya,

sedangkan bagi kita, cara paling mudah, murah sekaligus menyenangkan adalah dengan mulai menambah porsi kebiasaan mengkonsumsi hijauan. Agar asam folatnya bisa maksimal masuk tubuh, konsumsilah hijauan dalam keadaan mentah dan masih segar, petik dari kebun, bersihkan, dan langsung dicocol sambal—karena dalam makanan folat umumnya bersifat labil dan mudah tereduksi. Diperkirakan, sebanyak 50 hingga 95% folat bisa hilang karena pemasakan dan pengolahan.

Selain dalam hijauan, folat juga banyak bersemayam dalam hati ayam dan sapi, rumput laut dan bungkil kacang tanah.

Mencegah kanker lever

Keunggulan hijauan bukan karena punya itu saja. ”Mahluk” inipun terkenal kaya dengan klorofil—pigmen hijau yang terdapat pada kloroplas sel tanaman. Dalam kloroplas, energi elektromagnetik (cahaya) diubah menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis, dan molekul klorofil berperan penting dalam terjadinya. Selain dalam hijauan, klorofil juga bisa terdapat dalam pewarna makanan alami maupun dalam bentuk suplemen.

Menurut O’Carroll (2002), klorofil merupakan antioksidan sangat kuat, hingga mampu melindungi ”perabot” tubuh dari serangan radikal bebas.

Bagi para perokok, zat ini diketahui memiliki kemampun lebih baik dalam menahan dampak negatif asap rokok ketimbang beta karoten maupun vitamin C. Pun kemampuannya dalam ”membekap” aflatoksin—merupakan karsinogen yang dihasilkan fungi, biasa mengontaminasi produk gandum, jagung dan kedelai.

Dalam studi pengujian Chlorophyllin, suplemen berisi klorofil, seperti diberitakan The World Of Food Ingredients, Maret 2002, yang dilakukan di daerah Qigong, pada 180 orang dewasa sehat, tapi memiliki risiko tinggi terkena kanker lever karena dietnya terkontaminasi aflatoksin, dengan cara menganalisis urine dan sampel darah, didapati, partisipan yang diberi Chlorophyllin dengan dosis 100 mg 3 kali per hari selama 4 bulan, terbukti dapat mereduksi ”keliaran” aflatoksinnya sampai 55% dibanding yang diberi placebo.

Para ahli selanjutnya menganjurkan untuk rajin-rajin mengonsumsi hijauan atau suplemen klorofil, bagi mereka yang tak ingin dikenai hepatocellular carcinoma atawa kanker lever gara-gara aflatoksin. (Yuga Pramita)***

Selanjutnya...

Manfaat Kelor Sebagai Obat Traditional

Manfaat Kelor Sebagai Obat TradisionalMUNGKIN saja di antara kita ada yang belum mengenal kelor, meskipun tanaman ini sangat terkenal dalam pepatah ”Dunia ini tak selebar daun kelor!” Tanaman kelor (Moringa oleifera) dikenal dengan nama murong atau barunggai. Sementara itu, di Sulawesi disebut kero, wori, kelo , atau keloro.

Selain terkenal dalam kata pepatah itu, ternyata tanaman kelor ini bermanfaat dan berkhasiat sebagai obat tradisional, karena mengandung beberapa zat kimia untuk menyembuhkan penyakit. Daun kelor mengandung alkalid moringin, moringinan, dan pterigospermin.

Kemudian gom mengandung arabinosa, galaktan, asam glukonat , dan ramnosa, sedangkan bijinya mengandung asam palmitat, streaat, linoleat, olleat, lignoserat.

Kelor berupa pohon kecil dengan tingi 3-8 meter. Daunnya berwarna hijau pucat menyirip ganda dengan anak daun menyirip ganjil dan helaian daunnya bulat telur. Bunga kelor berupa malai yang keluar dari ketiak daun, sedangkan buahnya menggantung sepanjang 20-45 cm dan isinya sederetan biji bulat, tetapi bersayap tiga.

Selama ini, akar tanaman kelor berkhasiat sebagai peluruh air seni, peluruh dahak, atau obat batuk, peluruh haid, penambah nafsu makan, dan pereda kejang.

Daun kelor mengandung pterigospermin yang bersifat merangsang kulit (rubifasien) sehingga sering digunakan sebagai param yang menghangatkan dan mengobati kelemahan anggota tubuh seperti tangan atau kaki. Jika daun segarnya dilumatkan, lalu dibalurkan ke bagian tubuh yang lemah, maka bisa mengurangi rasa nyeri karena bersifat analgesik. Selain itu, daun kelor berkhasiat sebagai pelancar ASI (galata gog). Oleh karena itu, untuk melancarkan ASI, seorang ibu menyusui dianjurkan makan dan kelor yang disayur.

Biji kelor berkhasiat mengatasi muntah. Biji kelor yang masak dan kering mengandung pterigospermin yang lebih pekat sampai bersifat germisida.

Hasil penelitian Madsen dan Dchlundt serta Grabow dan kawan-kawan menunjukkan bahwa serbuk biji kelor mampu menumpas bakteri Escherichia coli, Streptococcus faecalis dan Salmonella typymurium. Karena itu di Afrika, biji kelor dimanfaatkan untuk mendeteksi pencemaran air oleh bakteri-bakteri tadi. Caranya, yaitu dengan mengendapkan air keruh yang diduga tercemar, kemudian ditaburi serbuk biji kelor sebanyak 200 mg/liter dan diaduk sampai larut.

Kemudian buah kelor diketahui mengandung alkaloida morongiona yang bersifat merangsang pencernaan makanan. Buah kelor ini biasanya disayur asam sebagai sayur yang lezat bagi lidah orang Jawa.

Namun, di antara bagian tanaman kelor yang banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah daunnya. Bahkan, masyarakat di pedesaan memanfaatkan daun kelor itu untuk sayur asam dan lalap seperti halnya daun katuk.

Daun kelor mentah yang digiling halus, kemudian dijadikan bedak atau campurkan dengan bedak, maka dapat menghilangkan noda hitam/flek/kokoloteun pada kulit wajah. (Rediem)***

Selanjutnya...

Design by Dzelque Blogger Templates 2007-2008